Jakarta – Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menyinggung soal beban subsidi BBM terhadap APBN. Bahlil menyebut harga BBM di APBN berkisar US$ 63 – US$ 70 per barel, sedangkan harga minyak dunia terus melambung tinggi.
“Harga minyak di APBN kita sekitar US$ 63 – US$ 70 per barel. Sekarang harga minyak dunia dari Januari sampai Juli US$ 105 per barel. Hari ini kalo harganya US$ 100/barel, subsidi kita bisa mencapai Rp 500 triliun,” ujar Bahlil di Gedung Kementerian Investasi, Jumat (12/8/2022).
Bahkan, bila harga minyak berada di atas US$ 100 dan pemerintah tetap menahan harga, maka subsidi pemerintah bisa menyentuh Rp 600 triliun. Asumsinya adalah kurs dolar berada di Rp 14,750, dan pemerintah menambah kuota Pertalite dari 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter.
Bahlil menjelaskan jika subsidi Rp 500 triliun – Rp 600 triliun setara dengan 25% total pendapatan APBN. Menurutnya hal ini tidak sehat untuk keuangan negara.
Mantan Ketua HIPMI ini menambahkan, harga BBM yang tinggi merupakan hal biasa di Papua. Bahkan saat harganya menyentuh Rp 19 ribu/liter, tidak ada protes dari masyarakat. Namun, ia memprediksi daerah lainnya akan memberikan respon berbeda terhadap kenaikan harga BBM.
“Kalau di Papua biasa harga minyak tinggi biasa. Dulu harga Rp 19 ribu nggak pernah ribut-ribut. Di sini naik Rp 1 ribu-Rp 2 ribu udah ribut orang. Kalau di Papua minyak naik waktu saya jadi pengusaha biasa-biasa aja, yang penting barang ada,” katanya menambahkan.
Lebih lanjut, Bahlil menganggap jika saat ini adalah momentum yang tepat untuk menjaga kesehatan fiskal negara, dan mengajak masyarakat untuk saling gotong royong.