Kepala BNPB menyatakan bahwa saat verifikasi akhir tahun, angka total bencana bisa menembus 5 ribuan kejadian untuk 2025. https://www.idxchannel.com/
Bencana di Awal Tahun
Dalam 13 hari pertama tahun 2025, BNPB merilis ada 74 kejadian bencana, di mana hampir 80% di antaranya adalah banjir. SINDOnews
Data Menurut Bulan
Maret 2025: Berdasarkan Buletin Info Bencana BNPB, tercatat 261 kejadian bencana. Dari situ, 99,62% jenis bencana adalah hidrometeorologi (basah). BNPB
Agustus 2025: Menurut buletin Agustus, tercatat 123 kejadian hidrometeorologi basah di bulan itu — terdiri dari 60 banjir, 50 cuaca ekstrem, 10 tanah longsor, dan 3 gelombang pasang/abrasi. BNPB
Dampaknya di Agustus: 18 orang meninggal, 55 luka-luka, dan 125.577 jiwa terdampak / mengungsi. BNPB
Mei 2025: Dalam laporan bulan Mei dari BNPB, tercatat 61 orang meninggal, 11 hilang, 46 luka-luka, dan 349.561 orang terdampak / mengungsi akibat bencana alam. BNPB
Rincian kematian: 30 jiwa dari longsor, 29 dari banjir, 2 dari cuaca ekstrem. BNPB
Distribusi Wilayah & Contoh Kasus
Pada 9 Juni 2025, BNPB melaporkan bencana hidrometeorologi (hujan + angin) di Kota Depok, Jawa Barat: satu orang tewas tertimpa pohon, dan 33 unit rumah rusak berat karena angin kencang + hujan deras. BNPB
Pada 16 April 2025, terjadi tanah longsor di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur (Desa Kadur dan Pamoroh) yang tercatat oleh BNPB. BNPB
Per 18 September 2025, BNPB melaporkan tiga bencana hidrometeorologi basah (banjir, angin, longsor) di beberapa daerah termasuk Kalimantan Barat, Kalimantan Timur. BNPB
Upaya dan Komitmen Kesiapsiagaan
BNPB menyatakan dalam “Ngopi Bareng BNPB” bahwa mereka mengawal komitmen dan langkah nyata untuk menghadapi banjir dan longsor, terutama pasca-Rakornas PB 2025. BNPB
Dalam penanganan bencana, BNPB bekerja sama dengan BPBD lokal, TNI / POLRI, dan komunitas lokal untuk evakuasi, pemulihan, dan mitigasi. (Dikutip dari laporan penanganan bencana di berbagai tanggal) BNPB+2BNPB+2
🔎 Analisis & Implikasi
Dominasi Hidrometeorologi Data menunjukkan bahwa bencana basah (hujan deras, banjir, tanah longsor, angin) sangatlah dominan di 2025. Sebagian besar bencana yang terjadi adalah jenis ini. Ini menguatkan tren bahwa fenomena cuaca ekstrem semakin menjadi pemicu utama bencana di Indonesia.
Peningkatan Risiko di Musim Hujan Karena musim hujan (musim basah) meningkatkan frekuensi kejadian, wilayah rawan banjir dan longsor perlu diperkuat kesiapsiagaannya. Ada potensi puncak kejadian bencana yang lebih tinggi jika curah hujan ekstrem terus berlangsung.
Beban Sosial Jumlah orang yang terdampak (mengungsi) sangat besar pada beberapa periode (misalnya Agustus dan Mei), yang menunjukkan bahwa dampak sosial tidak hanya soal kerusakan fisik, tetapi juga pengungsian massal dan pemulihan jangka panjang.
Kebutuhan Mitigasi Berkelanjutan Statistik ini memperkuat argumen bahwa respons bencana (tanggap darurat) saja tidak cukup: perlu mitigasi struktural (contoh: drainase, infrastruktur tahan banjir), sistem peringatan dini, dan edukasi masyarakat agar lebih tahan terhadap risiko hidrometeorologi.
Kolaborasi Lintas Sektor Karena skala bencana besar dan tersebar di banyak wilayah, kolaborasi antara BNPB, BPBD, pemerintah daerah, dan komunitas lokal sangat penting. Selain itu, penggunaan teknologi (misal modifikasi cuaca, sistem peringatan) bisa jadi bagian strategi mitigasi.