Menteri Yusril Tegaskan Putusan MK Penghapusan Presidential Threshold Final dan Mengikat

News
Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra

Spasi-id.com – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan mengenai ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). MK memutuskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Jumat (3/1/2024)

Melalui keterangan tertulis pada Jumat (3/1), Yusril menjelaskan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK bersifat final dan mengikat, yang berarti tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan untuk membatalkan keputusan tersebut.

“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” ujar Yusril.

Yusril menegaskan bahwa pemerintah, sebagai bagian dari negara, wajib menghormati putusan MK tersebut dan tidak dapat melakukan upaya hukum apapun untuk menolaknya.

“Pemerintah menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir dikabulkan,” kata Yusril.

Pemerintah Hormati Putusan MK yang Hapus Presidential Threshold, Siapkan Pembahasan Pilpres 2029

Menurut Yusril, meskipun terdapat perbedaan sikap MK terhadap konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu, pihaknya menghormati keputusan MK dan tidak dalam posisi untuk mengomentari lebih lanjut keputusan tersebut.

“Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ujar Yusril, menegaskan bahwa MK berwenang menguji norma undang-undang dan menyatakannya bertentangan dengan UUD 45.

Dengan putusan ini, MK membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang selama ini menjadi syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum.

Pasal 222 UU Pemilu yang sebelumnya mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi DPR, kini dinyatakan tidak lagi berlaku.

Hal ini berarti setiap partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu berhak untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa adanya batasan ambang pencalonan.

Yusril mengungkapkan bahwa keputusan MK ini akan berdampak pada pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029 mendatang. Menanggapi hal tersebut, pemerintah akan segera membahas implikasi dari putusan MK terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres.

“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” jelas Yusril.

Pemerintah juga berkomitmen untuk melibatkan semua pihak terkait dalam pembahasan perubahan UU Pemilu tersebut, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat.

“Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” tambah Yusril.

Putusan MK yang menghapuskan presidential threshold ini berawal dari permohonan yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

MK mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi karena dianggap melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat serta melanggar moralitas.

Selain itu, MK juga mengeluarkan lima rekomendasi terkait rekayasa konstitusional atau constitutional engineering guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu.

Dengan penghapusan presidential threshold ini, diharapkan sistem pemilu dapat lebih demokratis, terbuka, dan memberikan kesempatan lebih luas bagi partai politik untuk mengajukan calon-calon presiden dan wakil presiden yang berkualitas.

Dengan keputusan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah pemilu, yang diharapkan dapat menghasilkan pemilu yang lebih inklusif dan memberikan ruang bagi lebih banyak calon presiden untuk berkompetisi. (Sumber: CNN Indonesia, Editor: KBO-Babel)

Follow us on Instagram @spasi.official